Monday, October 5, 2015

KEHILANGAN SEJENAK UNTUK MENCINTAI SELAMANYA



Baru tiga bulan menikah aku mulai merasakan kehilangan rasa cinta. Tentu saja bukan cinta suamiku yang hilang, tetapi cintaku pada suamiku yang semakin hari semakin terkikis oleh perasaan tidak menyenangkan. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan kebiasaan dan gaya hidup sebelum dan setelah menikah. Entah berdasarkan rasa tidak tega melihatku bersedih atau memang ia juga merasa bosan akhirnya ia menghadiahiku sebuah tiket menginap di salah satu hotel yang bertempat di Mega Mendung Puncak, Bogor.
Karena dadakan kami pun berencana untuk melakukan perjalanan ini ala-ala backpacker dengan menggunakan sepeda motor dan dipandu oleh GPS. Sesuai dengan harapan kami, kami dipandu melewati jalan tikus setelah melewati daerah Sentul. Jalan ini sangat kecil, curam, dan sepi penduduk. Sampai tibalah di jalan yang terjal motor yang kami kendarai terperosok. Dengan siaga suamiku menghampiri, menanyakan keadaanku dengan wajah yang teramat panik. Aku tertegun sejenak, lalu tak bisa menahan tawa. Baju kami kotor dan tas yang kami bawa bolong terkikis bebatuan. Suamiku lega melihatku masih bisa tertawa meski eksprsi cemas belum sepenuhnya pergi dari wajahnya.
Akhirnya kami keluar dari gang kecil dan bertemu jalan raya. Mencari hotel yang dituju dengan guyuran hujan yang justru menghangatkan hatiku saat memeluknya. Kami belum putuskan akan bepergian kemana selain menginap di hotel. Namun, layaknya ibu peri yang baik hati, sang resepsionis tiba-tiba memberikan kami dua buah tiket diskon 50% untuk masuk Taman Safari setelah kami melakukan pembayaran.
Sebagai orang pinggiran bogor, ini pertama kalinya aku masuk ke Taman Safari. Biasanya hanya melewati patung binatangnya saja. Hal ini membuatku semakin menggebu-gebu. Sepanjang tur yang kami lalui dengan bus, suamiku tak henti-hentinya mengabadikan senyum yang terus mengembang di kedua pipiku dengan ponselnya.
Setelah turun dari bus, ternyata bukan hanya hewan yang bisa kami temui. Ada banyak wahana yang bisa kami nikmati dan ada pula pertunjukkan dari hewan-hewan yang menggemaskan. Keinginan untuk menikmati seluruh pertunjukan ditambah hujan yang turun membuat kami berlarian kesana-kemari. Sampai akhirnya aku terpisah dengannya. Telepon genggamnya ada di dalam tasku. Aku tidak bisa menguhubunginya, dan memutuskan mencarinya di keramaian, sendirian.
Sudah hampir setengah jam, aku tidak juga bisa menemukannya. Kakiku sudah lelah, baju yang kukenakan pun sudah basah kuyup. Akhirnya hujan menyamarkan air mata yang keluar dari mataku. Aku berharap air mataku capat hilang, agar aku bisa menemui pihak keamanan dengan tampilan yang lebih dewasa. Bukan seperti anak usia lima tahun yang kehilangan ibunya. Namun semakin aku mencoba, air mata semakin deras mengalir.
Di tengah keputusasaan, seseorang memelukku dengan erat. Aroma tubuhnya sangat aku kenal, dia adalah suamiku. Orang yang aku cintai dan sangat mencintaiku. Mukanya cemas pucat dan bajunya sudah tak berbentuk. Kalimat “aku di sini” senantiasa membuat tangisku semakin meledak. Mulai detik itu ia tidak melepaskanku sekejap pun.
Rasa cinta kami tumbuh lebih besar dari sebelumnya. Perasaan pernah kehilangan membuatku tidak ingin lama-lama tanpanya. Aku tidak ingin lagi kehilangan suamiku, bahkan untuk sekadar pulang terlambat. Meski begitu, keterlambatan dan tugas ke luar kota suamiku tidak pernah jadi pemicu pertengkaran. Justru ini yang membuatku selalu jatuh cinta setiap hari kepadanya.
Bepergian ke suatu tempat alias piknik memang sangat dibutuhkan. Selain mengusir jenuh dan rasa lelah dari pekerjaan, dengan piknik seseorang mampu menemukan kembali sesuatu yang hampir bahkan hilang dari hatinya. Piknik merupakan wahana mencipta dan mengenang sebuah kebersamaan.
Jadwal libur kami yang tidak panjang membuat kota hujan ini kami jadikan sebagai destinasi romantis utama kami. Masih banyak yang ingin kami lakukan di sana. Beberapa diantaranya adalah berkunjung ke Kampung Budaya Sindangbarang, Ah Poong, dan sederet restoran yang menyajikan hidangan unik khas bogor.
Rasanya liburan di Bogor tidak cukup satu hari, kami membutuhkan http://padjadjaranhotels.com/corporate/ untuk ikut serta memberikan warna dan cerita baru dalam petualangan kami menjajaki Kota Bogor ini. Tentunya akan sangat menyenangkan bisa menginap di hotel secantik ini untuk dinikmati bersama orang terkasih.

 “Lomba Blog Piknik itu Penting”  www.murtiyarini.staff.ipb.ac.id





Thursday, September 17, 2015

WANITA

hidupnya adalah memilih dan menerima

memilih
melihat yang datang
mendatangi yang datang
dan memilih diantara pendatang

menerima
ketika menerima pilihan
diterima juga semua kekurangan
karena takut kehilangan

CEMBURU



Cemburu adalah sihir luar biasa
buat imajinasi sendiri terasa nyata
yang tiada di ada-ada
padahal yang dicemburui biasa saja

Cemburu membuat buta
tidak kenal kebaikan yang pernah ada
hancurkan semua kenangan lama
lelah, lelah milik si empunya
bingung, bingung milik si penderita

Tiada obat untuk pencemburu buta
karena berpikir hanya dengan caranya

Seolah hidup hanya untuk cinta
makan saja harus dipaksa
seolah sebuah romansa
mau mati tanpa si dia

Pencemburu yang merasa
akan berkata wajar untuk semua kata
Pencemburu yang merasa
akan merah pipinya

-inspired by my own experience- 

Sunday, September 6, 2015

PERJODOHAN YAMAHA DAN PERTALITE, COCOK!

Dalam hidup pastinya kita selalu menemukan persimpangan untuk memilih langkah mana yang akan diambil selanjutnya. Pastinya setiap langkah yang kita ambil melalui proses pemikiran yang matang supaya tidak ada sesal di hari kemudian.
Belum lama ini PT Pertamina (Persero) telah memasarkan bahan bakar minyak (BBM) jenis baru yang bernama Pertalite. Nilai oktan Pertalite ini berada di tengah-tengah Premium dan Pertamax, yaitu 90. Namun kehadiran sesuatu yang baru tentu tidak bisa serta merta datang tanpa menimbulkan pro dan kontra. Banyak pemilik kendaraan yang belum yakin dengan kualitas BBM jenis baru ini. Terlebih kendaraan itu sendiri merupakan partner kerja yang keberadaannya sangat diperlukan setiap hari.
Salah satu yang mendukung kehadiran Pertalite ini adalah PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM). Yup, semua motor keluaran brand garpu tala ini dinyatakan cocok menggunakan Pertalite, termasuk yang sudah berteknologi Blue Core. Pernyataan ini tentunya menjadi angin segar bagi bikers Yamaha. Namun tidak untuk yang masih ragu-ragu. Maka untuk menghilangkan keraguan diantara kita ada baiknya kita kenali dulu pasangan yang akan kita jodohkan ini. Yaitu motor Yamaha dengan BBM jenis baru, Pertalite.
Hal yang pertama harus diketahui adalah “tidak selamanya motor yang menggunakan pertamax selalu lebih irit dan halus pemakaiannya”. Karena tingkatan irit dan halus bukan sekedar dari BBMnya. Jenis mesin dan teknologi yang dimiliki si motor pun ikut menentukan.
Sifat irit dan tangguh untuk sebuah motor salah satunya melekat pada Yamaha Soul GT 125. Motor keluaran Yamaha ini memiliki desain yang kece, lampu LED hi-tech, dan mesin yang nampol untuk digaspol. Untuk menempuh perjalanan Ciledug-Cakung tiap hari ataupun touring ke luar kota untuk hobi mesin Soul GT belum pernah ngambek ketika diberi asupan pertalite. Mesin tetap halus tenaga tetap prima.
Pekerjaan yang mobile, dari awal membuat saya cenderung memilih kendaraan yang hemat dari segi perawatan dan penggunaan bahan bakar. Setelah bisa ngirit dengan mengendarai Soul GT kesana kemari mencari rezeki, bak kepingan puzzle, hadir pula pertalite yang lebih murah dari pertamax namun tetap ramah pada mesin dan lingkungan karena pembakarannya yang optimal.
Seperti kebanyakan konsumen, tentu kita menginginkan sesuatu yang bagus namun tidak membuat kantong hangus. Jika dilihat dari perbandingan harga, memang harga pertamax dan pertalite hanya memiliki selisih sekitar Rp7.500-an/liter. Namun jika diakumulasikan dalam pengeluaran sebulan tentunya ini sangat menguntungkan. Jika sebelumnya uang Rp.50.000 itu untuk beli asupan selama 3 hari, kini bisa nambah untuk 1 sampai 2 hari berikutnya.
Pilihan ada di tangan kita. Yamaha dan pemerintah sudah bekerja sama dengan menjodohkan produksinya. Sampai detik ini pun tidak ada keluhan berarti untuk partner kerja saya (Soul GT). Terbukti mereka cocok dan saling melengkapi. Jarak jauh antara rumah dengan ladang penghasilan mampu ditaklukan dengan irit, aman, dan tanpa hambatan.  

Thursday, August 20, 2015

INVESTASIKAN KEBAHAGIAAN DI CITRARAYA TANGERANG







Penilaian untuk sebuah tempat tinggal selalu menimbulkan argumentasi yang tiada akhir. Karena penilaiannya lebih banyak menyuguhkan opini dibanding fakta seperti “rumahnya cantik dan murah” atau “selling pointnya bagus untuk investasi”. Penilaian seperti ini dapat dipastikan tidak memberikan solusi bagi pembacanya. Terlebih untuk pembaca yang merupakan pasangan muda yang akan mencari rumah idaman. Di mana pasangan ini sudah memiliki mimpi-mimpi jangka panjang dengan rumah tersebut. Memilih rumah bertambah sulit ketika sang pembeli sudah memiliki budget minimalis sedangkan impiannya tinggal di rumah yang memiliki fasilitas maksimal. Baiknya saya sudahi prolog yang menyebalkan ini sebelum pembaca memilih ngontrak.
Tanah adalah permukaan bumi yang terbatas. Ia tidak mampu beregenerasi  apalagi diciptakan. Jika anda memilih untuk mengontrak, Anda hanya mencari aman untuk sementara. Uang kontrakan akan terbuang dan rumah tetap menjadi milik orang. Jadi mulai saat ini cobalah untuk membuka situs www.CitraRaya.com atau mengunjunginya langsung di Cikupa, Tangerang.
Mengapa saya usulkan Perumahan CitraRaya Tangerang? Karena keberadaannya bak pepatah Pucuk Dicinta Ulam Pun Tiba. Perumahan ini adalah perumahan yang bagus dari segala sisi. Berikut akan saya beberkan fakta-fakta penunjang opini saya.
CitraRaya adalah perumahan pengembangan kota terpadu terbesar yang dilahirkan oleh Ciputra Group. Dikatakan terbesar karena luas pengembangannya sebesar 2.760 Ha. Pembangunannya sendiri berlangsung sejak 1994 dan terus tumbuh dengan spektakuler hingga saat ini. Maha karya properti yang dibangun oleh Ciputra Group selalu konsisten dan berpengalaman dalam mengembangkan lahan yang besar dan luas. Serta terkenal dengan infrastruktur yang baik dan rapi demi kenyamanan penghuninya tanpa harus memikirkan banjir, jalan rusak, atau pun lingkungan yang menjadi kumuh.

Featur di setiap rumah sudah dipersiapkan dengan matang, hingga Anda tidak perlu pusing untuk mengatur rumah idaman Anda. Luas tanah dan bangunan normal dengan konsep rumah tumbuh. Artinya masih ada sisa lahan luas untuk pengembangan di masa depan. Instalasi AC sudah siap sedia di setiap kamar tidur dan ruang tamu. Rumah didesign secara modern tropis dan mewah, yang membuat Anda percaya diri menerima keluarga dan tamu yang berkunjung.
Selain fasilitas-fasilitas rumah yang menyenangkan di atas ada juga fasilitas kawasan yang memiliki keamanan 24 jam plus kamera CCTV, Children Playground dan Taman Tematik, serta instalasi kabel listrik dan telepon bawah tanah yang membuat lingkungan terlihat semakin apik. Fakta-fakta ini sangat menggiurkan, akan sulit untuk ditolak karena fasilitas-fasilitas tersebut sudah lebih dari cukup untuk mendapatkan rumah idaman.
Perencanaan yang cermat dan kesiapan Anda sangatlah penting untuk mewujudkan keinginan memiliki rumah idaman. Sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak memiliki kebutuhan masing-masing untuk mampu merasa nyaman di tempat tinggalnya. Seorang ayah yang bekerja seharian membutuhkan suasana nyaman saat menanggalkan pekerjaannya. Seorang ibu membutuhkan lingkungan asri dan aman untuk interaksi sosial dirinya dan juga anak-anaknya. Sedangkan anak-anak membutuhkan pendidikan yang layak dan tempat rekreasi untuk pengusir jenuhnya. Semua kebutuhan itu telah dipikirkan matang-matang oleh pengembang CitraRaya Tangerang.

Perlu Anda ketahui juga bahwa CitraRaya memiliki destinasi wisata rekreasi dan edukasi sendiri. Jika Anda ingin mengajak keluarga untuk berwisata ke permainan air, Anda cukup datang ke Water World. Di sana tersedia berbagai wahana air, mulai dari kolam renang, kolam ombak, kolam arus, dan banyak lagi wahana yang mampu memuaskan Anda dan keluarga. Namun jika Anda lebih menginginkan wisata yang mengedukasi, Anda bisa berpaling ke World Of Wonder Theme Park. Dengan berkunjung ke tempat wisata ini Anda dapat melihat bahkan berselfie ria dengan berbagai miniatur simbol-simbol keajaiban dunia seperti Menara Pisa, Tembok Cina, Collosium Roma, Bahkan Candi Borobudur yang tersedia dalam bentuk replikanya.

Saya sangat optimis bahwa CitraRaya adalah pilihan tepat untuk mendapatkan hunian yang nyaman di wilayah Tangerang. Untuk para investor, masa depan CitraRaya sudah pasti gemilang karena selling pointnya tak terelakan. Perlu diingat bahwa harga properti tidak pernah turun bahkan selalu naik dengan cepat. Maka mulailah menimbang, berkunjung, dan memutuskan. Karena rumah adalah tempat mencipta, menyimpan, bahkan mengingat kenangan. Rumah juga merupakan investasi yang harus dimiliki setiap orang.

DEIKSIS (BAHASA DAN SASTRA INDONESIA)

BAB I
PENDAHULUAN

Sebagai diskursus baru dalam linguistik, pragmatik masih tergolong muda untuk dianalisis lebih komprehensif. Namun demikian, usaha-usaha untuk menjadikannya sebagai kajian keilmuan yang mapan dalam bidang kebahasaan terus dilakukan. Salah satu upaya itu adalah, memilah atau memberi batasan kajian antara pragmatik dan semantik. Dalam beberapa referensi disebut bahwa kajian kedua disiplin ini sama, yaitu makna atau arti. Yang dalam penjelasan selanjutnya disebutkan kalau pragmatik digambarkan sebagai ilmu yang mengkaji makna tuturan, sedangkan semantik mengkaji makna kalimat.[1] Bila tidak ada batasan yang konkret, keduanya dapat tumpang tindih dan akan menimbulkan kerancuan serta kebingungan, utamanya di kalangan mahasiswa bahasa. Oleh karena itu, pemecahan akan hal tersebut urgen adanya.
Kita mendengar, bahwa deiksis bukan lagi kajian pragmatik, akan tetapi itu kajian semantik. Pernyataan ini, sementara bagi kita, adalah teka-teki. Namun yang jelas, dalam bukunya berjudul Pragmatik dan Pengajaran Bahasa, Purwo (1984:17) menyebut bahwa kajian pragmatik meliputi empat fenomena—atau dalam bahasa Purwo disebut sebagai "fenomena pragmatik"—yang salah satunya adalah deiksis.[2] Hal senada juga diungkapkan oleh Levinson (1983:27), bahwa pragmatics is the study of deixis (at least in part), implicature, presupposition, spech act, and aspects of discourse structure. Pernyataan Levinson tersebut seperti ditulis oleh Nadar.[3] Dengan demikian, tidak ragu lagi bagi kita bahwa deiksis merupakan salah satu bagian dari kajian pragmatik.
Konsentrasi kami dalam makalah ini, tentu saja bukan polemik deiksis yang telah disinggung di atas. Hal di atas, hanya sekapur sirih untuk mengantarkan kita pada pembahasan kami, yaitu macam-macam deiksis. Dalam praktiknya, kami tidak hanya akan membahas pelbagai macam deiksis itu, tetapi apa itu deiksis juga kami sampaikan. Hal tersebut untuk menghindari miskonsepsi.
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Takrif Deiksis
Seperti ditulis oleh banyak pakar bahasa, yang antara lain Purwo,[4] Nadar,[5] dan secara tidak langsung oleh Kushartanti,[6] bahwa deiksis berakar kata deik (bahasa Yunani kuno) yang berarti "tunjuk". Antara lain dalam kata deiknumi, "menunjukkan" atau deiktitos, "hal penunjukkan secara langsung". Dengan demikian, Purwo (1984:1) seperti ditik juga oleh Nadar (2009:54) sampai pada simpulan bahwa sebuah kata bersifat deiksis jika referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung kepada siapa yang menjadi pembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Sedangkan Kushartanti (2007:111) menuliskan bahwa deiksis adalah cara merujuk pada suatu hal yang berkaitan erat dengan konteks penutur. Dengan demikian, masih menurut Kushartanti, ada rujukan yang berasal dari penutur, dekat dengan penutur, dan jauh dari penutur.
Dalam makalah pragmatik, Pariawan[7] banyak mengutip pengertian deiksis menurut para ahli, yaitu Cahyono (1995:217) yang menurutnya deiksis merupakan suatu cara untuk mengacu ke hakikat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi situasi pembicaraan, dan Lyons (1977:637) yang ditulis ulang oleh Djajasudarma (1993:43) yang mendefinisikan deiksis sebagai lokasi dan identifikasi orang, objek, peristiwa, proses atau kegiatan yang sedang dibicarakan, atau yang sedang diacu dalam hubungannya dengan dimensi ruang dan waktunya, pada saat dituturkan oleh pembicara atau yang diajak bicara.
Pariawan (2008:6) juga mengutip pernyataan dari Nababan (1987:40) yang terdapat dalam Setiawan (1997:6) bahwa di bidang linguistik terdapat pula istilah rujukan atau sering disebut referensi, yaitu kata atau frase yang menunjuk kata, frase atau ungkapan yang akan diberikan. Hal rujukan semacam itu, bagi Nababan, disebut deiksis. Di samping itu, Pariawan (2008:6) pun mengutip dari Setiawan (1997:6) pernyataan Lyons (1977:638) yang mengungkapkan bahwa pengertian deiksis dibedakan dengan pengertian anafora. Deiksis dapat diartikan sebagai luar tuturan, dimana yang menjadi pusat orientasi deiksis senantiasa si pembicara, yang bukan merupakan unsur di dalam bahasa itu sendiri, sedangkan anafora merujuk dalam tuturan baik yang mengacu kata yang berada di belakang maupun yang merujuk kata yang berada di depan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia[8] mengartikan deiksis sebagai hal atau fungsi menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata yang mengacu kepada persona, waktu, dan tempat suatu tuturan. Dalam TBBBI,[9] deiksis adalah gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan.
Apa yang dijelaskan TBBBI, kemudian oleh Verhaar[10] diberikan contoh konkretnya, yaitu pada kalimat Suryanto pulang dan Æ mengambil makanan kecil. Tanda Æ (baca: angka nol tembus garis miring) menunjukkan ada subjek yang dilesapkan. Menurut Verhaar (1996:15), tanda Æ tersebut dalam kalimat dapat memakai kata dia. Kata dia sendiri mengacu pada Suryanto, dan hal itu dimengerti oleh pendengar karena Suryanto  telah disebut terlebih dahulu.
Dengan demikian, berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa deiksis merupakan suatu gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang acuannya dapat ditafsirkan sesuai dengan situasi pembicaraan dan menunjuk pada sesuatu di luar bahasa. Fenomena deiksis merupakan cara yang paling jelas untuk menggambarkan hubungan antara bahasa dan konteks dalam struktur bahasa itu sendiri. Kata seperti saya, sini, sekarang adalah kata-kata deiktis. Kata-kata ini tidak memiliki referen yang tetap. Referen kata saya, sini, sekarang baru dapat diketahui maknanya jika diketahui pula siapa, di tempat mana, dan waktu kapan kata-kata itu diucapkan. Jadi, yang menjadi pusat orientasi deiksis adalah penutur.[11]
B.   Macam-macam Deiksis
Purwo[12] dalam disertasi yang dibukukannya mengidentifikasi deiksis ke dalam dua golongan besar, yaitu deiksis luar tuturan yang disebutnya deiksis eksofora, dan deiksis dalam tuturan atau endofora. Deiksis eksofora ada tiga, yaitu deiksis persona, deiksis ruang (tempat), dan deiksis waktu.[13] Sedangkan deiksis endofora meliputi anafora dan katafora.
Ajnasitas deiksis juga dipaparkan oleh Nababan (1987:40) dalam Pariawan (2008:7) yaitu deiksis orang, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Dengan demikian, ada lima deiksis. Adalah deiksis persona (orang), ruang (tempat), waktu, wacana (anafora dan katafora), serta sosial.

1.      Deiksis Persona
Deiksis persona dapat dilihat pada bentuk-bentuk pronomina. Seperti yang ditulis Kushartanti (2007:112) bahwa bentuk-bentuk pronomina itu sendiri dibedakan atas pronomina orang pertama, pronomina orang kedua, dan pronomina orang ketiga.

        Di samping itu, penutur bahasa kadang-kadang menyebut dirinya dengan namanya sendiri. Di antara penutur bahasa Indonesia, sapaan kepada orang kedua tidak hanya kamu dan Anda, melainkan juga Bapak, Ibu, dan Saudara.

2.     Deiksis Ruang
Deiksis ruang, dalam Kushartanti (2007:111) disebutkan bahwa deiksis ini berkaitan dengan lokasi relatif penutur dan mitra tutur yang terlibat di dalam interaksi. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, kita mengenal di sini, di situ, dan di sana. Titik tolak penutur diungkapkan dengan ini dan itu.
            Perhatikan contoh berikut. Si Dedy dan si Heru sedang terlibat di dalam percakapan. Dedy mengambil roti dan mengatakan, "Roti ini enak." Apa yang ditunjuk oleh Dedy, roti ini, tentu akan disebut Haru sebagai roti itu. Hal ini terjadi karena titik tolah Dedy dan Heru berbeda.
            Kita juga mengenal kata-kata seperti di sini, di situ, dan ini untuk merujuk pada sesuatu yang kelihatan atau jaraknya terjangkau oleh penutur. Selain itu, ada kata-kata seperti di sana dan itu yang merujuk pada sesuatu yang jauh atau tidak kelihatan, atau jaraknya tidak terjangkau oleh penutur.
Dalam hal tertentu, tindakan kita sering kali bertalian dengan ruang (tempat). Jika kita hendak menunjukkan bagaimana cara mengerjakan sesuatu, misalnya, kita memakai kata begini. Jika kita hendak merujuk kepada suatu tindakan, kita memakai kata begitu.

3.     Deiksis Waktu
Seperti ditulis Kushartanti (2007:112-113), deiksis waktu berkaitan dengan waktu relatif penutur atau penulis dan mitra tutur atau pembaca. Pengungkapan waktu di dalam setiap bahasa berbeda-beda. Ada yang mengungkapnya secara leksikal, yaitu dengan kata tertentu.
            Misalnya kata sekarang; tadi dan dulu; nanti; serta hari ini, kemarin dan besok. Sekarang mengungkapkan waktu kini. Tadi dan dulu untuk waktu lampau, nanti untuk waktu yang akan datang. Hari ini, kemarin, dan besok juga merupakan hal yang relatif, dilihat dari kapan suatu ujaran diucapkan.[14]
             
4.     Deiksis Wacana
Deiksis wacana ialah rujukan pada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan atau sedang dikembangkan (Nababan, 1987:42) seperti ditik ulang oleh Pariawan (2008:13). Deiksis wacana mencakup anafora dan katafora. Anafora ialah penunjukkan kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam wacana dengan pengulangan. Katafora ialah penunjukan ke sesuatu yang disebut kemudian. Misalnya, (a) Syarifah belum mendapat pekerjaan, padahal  ijazah sarjananya sudah didapatkan dua tahun yang lalu dan (b) Karena aromanya yang khas, durian itu banyak dibeli.
Dari kedua contoh di atas dapat kita ketahui bahwa -nya pada contoh (a) mengacu ke Syarifah yang sudah disebut sebelumnya, sedangkan pada contoh (b) mengacu ke durian yang disebut kemudian.[15]

5.     Deiksis Sosial
Nababan (1987:42) menggeneralisasikan deiksis sosial sebagai suatu rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembicara dan pendengar. Perbedaan itu dapat ditunjukkan dalam pemilihan kata. Dalam beberapa bahasa, perbedaan tingkat sosial antara pembicara dengan pendengar yang diwujudkan dalam seleksi kata dan atau sistem morfologi kata-kata tertentu, seperti ditulis kembali oleh Pariawan (2008:13).
Dalam bahasa Sunda umpamanya, memakai kata neda dan kata dahar (makan), menunjukkan perbedaan sikap atau kedudukan sosial antara pembicara, pendengar dan atau orang yang dibicarakan/bersangkutan. Secara tradisional, perbedaan bahasa (variasi bahasa) seperti itu disebut tingkatan bahasa. Dalam bahasa Sunda, ada bahasa Sunda halus dan bahasa Sunda kasar. Praktiknya, bahasa Sunda halus itu ada yang untuk di bawah kita, untuk sesama, dan di atas kita dari segi usia, dan hirarki kekeluargaan. Aspek berbahasa seperti ini disebut kesopanan berbahasa atau etiket berbahasa. Dengan kata lain, deiksis sosial mengacu pada kesopanan berbahasa.[16]


Semakin ilmu itu digali, maka semakin banyak yang tidak kita ketahui, begitulah pepatah mengatakan. Semoga kita terpicu untuk terus maju dan tidak lekas menyerah pada keadaan. Sukses!



[1] Lihat Tim Balai Penelitian Bahasa, Bunga Rampai Hasil Penelitian Bahasa dan Sastra Volume 1 (Ujung Pandang: Depdikbud, 1999), h. 68.
[2] Ibid., dalam Bunga Rampai Hasil Penelitian Bahasa dan Sastra Volume 1 itu disebutkan bahwa Purwo (1990) menyebut pragmatik menjelajahi empat fenomena, yaitu deiksis, praanggapan, tindak tutur, dan implikatur percakapan.
[3] F.X. Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 53.
[4] Bambang Kaswanti Purwo, Deiksis dalam bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), seperti yang terdapat dalam kata pengantar, h. vii., dan h. 2.
[5] Nazar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, h. 54.
[6] Kushartanti, "Pragmatik," dalam Kushartanti. dkk., ed. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 111.
[7] I Wayan Pariawan, "Deiksis," (Makalah Pragmatik Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, 2008), h. 5-6.
[8] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 245.
[9] Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka, 2003), h. 42.
[10] J.W.M. Verhaar, Azas-azas Linguistik Umum (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), 14-15.
[11] Simpulan ini senada dengan apa yang dipaparkan oleh Bambang Kaswanti Purwo, dalam disertasi S3 beliau yang kemudian dibukukan dengan judul Deiksis dalam bahasa Indonesia, h. 1., namun, bila kita membaca buku aslinya akan tahulah bahwa shifters merupakan istilah lain yang digunakan oleh Sturtevant (1947:135-136) dan Jespersen (1949:123-124) untuk menyebut istilah deiksis. Akan tetapi, istilah ini kemudian tidak dipakai karena menurut Purwo, shifters, mencakup pengertian yang lebih luas (h. 2).
[12] Purwo, Deiksis dalam bahasa Indonesia, h. 19., dan h. 103.
[13] Lihat pula dalam Kushartanti, "Pragmatik," h. 111-112.
[14] Baca juga Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, h. 42., dan untuk lengkapnya perihal deiksis persona, deiksis ruang, dan deiksis waktu silahkan baca Purwo, Deiksis dalam bahasa Indonesia, h. 21-59.
[15] Ibid., Purwo, h. 103-111.
[16] Seperti ditulis ulang dari Pariawan, "Deiksis," h. 13., dengan perubahan.

Monday, August 10, 2015

SALAH PERSEPSI TARI SAMAN



Di tengah-tengah persaingan budaya barat dan budaya nusantara, adalah tari saman sebagai salah satu oase di tengah padang persaingan. Banyak sekolah menyuguhkan ekstrakulikuler tari samaan sebagai daya pikatnya. Tarian ini digemari semenjak terdaftar di UNESCO sebagai warisan budaya tak benda. Bangsa Indonesia berbangga hati mendengarnya. 
Namun masalah baru timbul. Ketika semua bangga dengan tari saman tapi tidak tahu bagaimana wujudnya. Tari saman yang terdaftar di UNESCO sebenarnya adalah tarian yang ditarikan oleh laki-laki, bukan perempuan. Tarian ini memang sama-sama berasal dari Aceh. Namun, beda penari dan pakemnya. 
Agar tidak ada lagi salah persepsi di antara kita, saya jelaskan sedikit tentang tarian yang banyak diikuti siswa perempuan ini. Tarian yang diajarkan di ekstrakulikuler sekolah saat ini sebenarnya bernama "Tari Ratoeh Jaroe". Nama Ratoeh Jaroe ini pun baru di launching pada 19 Mei 2012 di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Launching ini pun berkenaan dengan hadirnya polemik kesalahpahaman nama tarian. Para panelis yangbeberapa di antaranya adalah pengajar tari tersebut berharap kabar ini bisa disebarkan dengan baik dan merata. Mereka pun menyarankan agar pelatih tidak membiarkan anggota tarinya mengikuti lomba tari saman, kecuali nama lombanya diganti menjadi "Lomba Tari Ratoeh Jaroe"
Jadi, untuk para penari jangan hanya tau manggung saja ya.. Jangan sampai pengetahuan budaya kita lebih dipahami oleh orang asing, di klaim, dan kita hanya bisa menontonnya sambil marah-marah.